~ MELATIH JIWA BERKORBAN ~
Pelajaran tertinggi di dalam amalan Islam adalah berkorban dalam
kebajikan. Itulah yang menjadi inti ibadah haji. Niatnya berlandaskan
keikhlasan. Menjalankannya dalam bingkai ketaatan. Perjuangannya mesti
penuh kesabaran. Dan jika terjepit, sandarannya adalah bertawakal kepada
Allah semata.
Seluruh sifat akhlaqul karimah itu jika dilebur menjadi satu akan menghasilkan puncak kualitas seorang muslim yang disebut sebagai berserah diri alias aslam.
Dan kemudian, terlihat hubungan eratnya dengan nama agama ini: Islam.
Allah menceritakan hal ini dalam sebuah ayat yang mengaitkan akhlak
mulia tersebut dengan Nabi Ibrahim yang menjadi kesayangan-Nya.
QS. An Nisaa’ (4): 125
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
berserah diri kepada Allah? Sementara, dia juga banyak berbuat
kebajikan. Dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus. Dan Allah pun
mengambil Ibrahim sebagai kesayanganNya.
Jadi menurut ayat di atas, kriteria tertinggi dalam berislam adalah ketika seseorang bisa mempraktekkan ‘aslama wajhahu lillah – berserah diri kepada Allah’. Keberserahdirian itu tidak boleh dibiarkan hanya berada di wilayah internal belaka, melainkan harus segera diikuti dengan ‘wahuwa mukhsin – dan dia suka berbuat kebajikan’. Yang secara operasional dijelaskan lebih jauh dalam kalimat berikutnya: ‘wataba’a millata ibrahima hanifa - dan dia mengikuti agama Ibrahim yang lurus.’ Hasilnya, akan menjadikan ia disayang Allah sebagaimana Ibrahim menjadi khalilullah – kesayangan Allah.
Lantas, apakah inti pelajaran agama Ibrahim itu? Yakni, mempraktekkan
jiwa berkorban untuk sesama. Itulah sebabnya, Hari Raya Idul Adha ini
selain disebut sebagai Hari Raya Haji, juga disebut sebagai Hari Raya
Kurban. Sebuah simbol yang sangat lugas dari puncak kualitas keislaman
seseorang. Bukan hanya bersifat fisikal, seperti berkurban ternak untuk
memberi makanan bergizi kepada orang-orang miskin. Melainkan lebih
substansial dari itu, untuk meng-exercise atau melatih
ketakwaan kita kepada Allah agar memperoleh sifat yang lebih sempurna:
berserah diri hanya kepada-Nya. Itulah yang diajarkan dalam ayat berikut
ini, bahwa substansi kurban itu bukan pada dagingnya melainkan pada
ketulusan niatnya.
QS. Al Hajj (22): 37
Tidak akan sampai kepada Allah daging (kurban itu) dan tidak pula
darahnya, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kalian.
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya kepadamu. Dan berikanlah kabar
gembira kepada orang-orang yang berbuat kebajikan.
Maka menjadi jelaslah parameter kesuksesan bagi seseorang yang
berhaji. Bahwa mereka yang sudah pulang dari tanah suci harus memiliki
sifat berkorban yang lebih besar dari sebelumnya. Bukan hanya
mengorbankan binatang ternak, melainkan yang lebih substansial adalah
mengorbankan segala karunia Allah yang telah dimilikinya di jalan
kebajikan. Mulai dari harta benda, ilmu pengetahuan, amanat kekuasaan,
sampai kepentingan diri sendiri dengan segala yang dicintainya.
Bagaimana cara mengukur kualitas berkorban kita itu sudah baik atau
belum? Ada empat parameter yang mesti dikenakan, yaitu: niat yang
ikhlas, berbingkai ketaatan, sabar dalam menjalankan, dan tawakal kepada
Allah ketika proses itu menemui hambatan.Tentang keikhlasan, Allah
mengajarkan sebagai berikut ini.
QS. Al Insaan (76): 8-9
Dan mereka memberikan MAKANAN yang DISUKAINYA kepada orang
miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi
makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan RIDHA ALLAH, kami tidak
menghendaki BALASAN dari kamu dan BUKAN pula (ucapan) TERIMA KASIH.
Atau, lebih substansial lagi, sebagaimana yang diajarkan dalam dalam QS. 28: 77 ~ wa ahsin kama ahsanallahu ilaika – dan berbuat baiklah (kepada siapa pun) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.
Sebuah pelajaran yang sangat mendalam, bahwa berbuat baik itu
semata-mata karena kita mensyukuri begitu banyak kebaikan yang telah
Allah karuniakan kepada kita. Tak ada pamrih lain. Jika kita sudah bisa
berbuat ikhlas seperti ini, maka pengorbanan yang kita lakukan itu sudah
on the right track – di atas jalan yang benar.
Jika niatan sudah benar, maka sempurnakanlah dengan ketaatan.
Ketaatan adalah tindak lanjut dari keikhlasan. Keikhlasan baru berada di
wilayah niat, sedangkan ketaatan sudah berada di wilayah perbuatan.
Ada kesungguhan dalam menjalankan pengorbanan. Bukan asal-asalan,
melainkan ingin memberikan yang terbaik. Termasuk, memberikan apa yang
kita cintai, bukan apa yang tidak kita sukai kepada orang lain.
Begitulah Allah menyindir kita.
QS. Al Baqarah (2): 267
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu YANG BAIK-BAIK dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan JANGAN kamu memilih yang
BURUK-BURUK lalu kamu menafkahkannya. Padahal KAMU sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan MEMICINGKAN MATA terhadapnya. Dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Dan jika kemudian pengorbanan itu terasa berat, maka bersabarlah.
Karena yang namanya berkorban memang sudah seharusnya terasa berat.
Kalau tidak berat, itu namanya belum berkorban. Justru disinilah exercise-nya.
Minimal setiap tahun kita diminta oleh Allah untuk meningkatkan
kualitas pengorbanan kita di Hari Raya Kurban. Syukur-syukur sudah bisa
berkorban setiap saat demi kebajikan dan kemaslahatan umat.
QS. Al Mudatstsir (74): 6-7
Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan)
yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu itu
BERSABARLAH.
Akhirnya, jika kesabaran sudah mencapai puncaknya dan hambatan masih
menghadang, itu artinya Allah sedang memberikan ujian tertingginya.
Satu-satunya jalan hanya bertawakal, bersandar kepada-Nya. Insya Allah
Dia akan membukakan jalan. Itulah yang disebut sebagai ‘Ilmu Pedang
Ibrahim’: pertolongan Allah selalu datang kepada orang yang bertawakal,
ketika pedang sudah menempel di leher..! Umat Islam pantang menyerah.
Jangan belum apa-apa sudah give up. Karena kualitas kita di hadapan Allah adalah seiring dengan kualitas ketawakalan kita dalam memperjuangkan kebajikan...
QS. At Taubah (9): 51
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa
yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya
kepada Allah orang-orang yang beriman bertawakal."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar