Senin, 01 Juli 2013

MAKNA TAWAF



~ TAWAF, BERPUTAR-PUTAR DI ‘ARSY ALLAH ~

Seorang ibu setengah baya bertawaf mengelilingi kakbah sambil menangis terisak-isak. Wajahnya terlihat kalut, matanya nanar, dan mulutnya berkomat-kamit menyebut nama Allah berulang-ulang. Tak ada kalimat lain yang terucap selain: Astaghfirullah, dan ya Allah.. ya Allah..! Wajahnya sering menengadah ke langit, dan tangannya gemetaran mengusap air mata yang berderai-derai membasahi wajahnya yang mulai keriput.

Sang ibu sedang melakukan Tawaf Ifadoh, yakni ritual mengitari baitullah sebanyak tujuh kali seusai melakukan lempar jumrah di Mina. Ini pula yang sedang dilakukan jamaah haji di hari-hari Tasyrik sekarang ini. Ibu yang berangkat haji seorang diri di tahun 2000 itu adalah jamaah satu rombongan dengan saya. Keesokan harinya, ia curhat kepada saya tentang ritual Tawaf Ifadoh yang menggetarkan seluruh sendi-sendi jiwanya itu.

Kebetulan, setiap pagi kamar saya memang dijadikan tempat berkumpul jamaah haji dalam rombongan kami untuk berbagi hikmah. Pagi itu kami memperoleh hikmah luar biasa yang terjadi pada sang Ibu. Dengan masih berurai air mata ia menceritakan pengalaman Tawaf Ifadohnya kepada kami. Bahwa, kemarin saat bertawaf itu hatinya benar-benar takut dan gelisah. Sampai-sampai semalaman ia tidak bisa tidur karenanya.

‘’Pak Agus, saya takut ibadah haji saya tidak diterima oleh Allah,’’ ia mulai menumpahkan kegelisahannya. ‘’Kenapa ibu?’’ saya berusaha memberikan perhatian yang serius untuk mengurangi kegundahannya. Ia pun bercerita bahwa saat melakukan tawaf kemarin ia sama sekali lupa akan doa tawaf yang selama ini telah ia hafalkan.

‘’Saya sudah sangat hafal pak Agus, karena sudah berbulan-bulan telah saya siapkan. Saya ingin haji saya yang hanya sekali seumur hidup ini tidak sia-sia,’’ tegasnya sambil berlinangan air mata. Keberangkatan hajinya itu diperoleh dari usaha mengumpulkan uang sedikit demi sedikit selama bertahun-tahun. Dan karenanya, ia ingin menjalankan secara sempurna seperti yang ia pelajari dari buku manasik.

Karena merasa sudah hafal itu, ia pun tak membawa buku doa yang biasanya disandang oleh para jamaah haji saat bertawaf. Ia tak memerlukannya, dan berharap bisa bertawaf dengan penuh kekhusyukan tanpa dibingungkan membuka-buka bukunya. Tapi celaka, ternyata ia terlupa saat mengamalkannya dalam ibadah. Sesaat setelah mengucapkan kalimat: bismillahi Allahu Akbar sambil melambai ke Hajar Aswad, ia pun mulai melangkah bertawaf. Entah karena sangat gembira, atau terharu disebabkan cita-citanya pergi ke tanah suci tercapai, tiba-tiba saja ia tidak bisa mengingat doa yang sudah di hafalnya.

Putaran pertama dilaluinya dengan pikiran ‘blank’. Semakin berusaha diingat, doa yang sudah dihafal itu semakin tak bisa diucapkan. Rasanya sudah seperti di ujung lidah, tetapi tak ada kalimat yang terucap. Darahnya berdesir karena takut. Tapi, ia sudah telanjur melangkahkan kaki dalam pusaran tawaf. Sampai menjelang putaran pertama beakhir, ia tetap tak mampu berkata apa pun kecuali menyebut: Astaghfirullah, Ya Allaah .. ya Allaah..!

Hingga sampailah ia di sudut Hajar Aswad lagi, dimana ia harus memulai putaran kedua dengan mengucapkan: bismillahi Allahu Akbar. Sang ibu melangkahkan kaki diputaran kedua dengan penuh harap bisa mengingat doa yang harus diucapkan. Tapi celaka, doa-doa itu tak ada yang muncul di benaknya. Semakin jauh ia melangkah semakin kacau pikirannya. Dan lagi-lagi ia hanya bisa beristighfar memohon ampun kepada Allah: astaghfirullah... ya Allah.. yaa Allaah...! Keringat dingin kepanikan mulai membasahi keningnya sampai putaran kedua selesai.

Selanjutnya, ia semakin kalut. Tawaf di putaran ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh dilaluinya tanpa ada doa yang bisa diingat dan diucapkannya. Ia pun menangis tersedu-sedu. Sang ibu benar-benar lupa doanya. Yang diingat dan diucapkannya kini hanya: Allah, Allah dan Allah..! Kegelisahan hatinya pun sedemikian hebat, dan ia tak tahu harus berbuat apa kecuali pasrah dan berserah diri kepada Allah. Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Bijaksana.

Dijalaninya sisa putaran tawaf itu dengan tubuh gemetar dan derasnya air mata yang tumpah di wajahnya. Mulutnya terus berkomat-kamit menyebut nama Tuhannya. Perhatiannya terhadap sekitar menjadi nanar. Dan seluruh kesadarannya hanya terisi oleh kepasrahan total, serta rasa berdosa atas kebodohannya. Ia berharap Allah memaafkan segala kekhilafannya...

‘’Apakah tawaf saya sah Pak Agus? Apakah ibadah haji saya diterima oleh Allah, Pak?,’’ ia bertanya menumpahkan harapan kepada saya. Sambil tersenyum saya pun menatap matanya yang gelisah dan menjawab pertanyaannya dengan mantap: ‘’Insya Allah tawaf Anda sah, ibu’’. Saya melihat tebersit sinar kelegaan di matanya yang lelah. Tapi ia ingin tahu: ‘’kenapa tawaf saya sah? Bukankah saya sama sekali tidak bisa membaca doa yang mestinya saya baca?’’

Sambil masih tersenyum saya katakan kepadanya, bahwa selama tawaf itu dilakukannya dengan memenuhi syarat dan rukunnya, maka secara syariat ia telah menjalaninya dengan sah. Yaitu, dia melakukan tawaf dengan mengenakan baju ihram. Juga dalam keadaan berwudhu. Memulai putarannya dari sudut Hajar Aswad dengan berucap bismillahi Allahu Akbar. Dan mengitarinya sampai tujuh kali putaran. ‘’Insya Allah, tawaf Anda sah,’’ saya ulangi lagi ucapan saya dengan mantap. Ia pun tersenyum lega.

Sedangkan mengenai doa yang terlupa itu, lanjut saya, sama sekali tidak membatalkan ibadahnya. Karena dzikir dan doa dalam ritual haji lebih bersifat maknawi sebagai pengisi substansi. Berbeda dengan shalat yang tidak membaca Al fatihah, misalnya, akan menjadi batal. ‘’Saya justru melihat ibu sedemikian khusyuknya saat bertawaf. Sambil terus menyebut-nyebut nama Allah. Jauh lebih khusyuk dibandingkan dengan orang-orang yang sibuk membuka-buka buku doanya, tetapi lupa mengingat Tuhannya..!’’

QS. Al Anbiyaa' (21): 90
''...Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam perbuatan baik. Dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh HARAP dan CEMAS. Dan mereka adalah orang-orang yang KHUSYU' kepada Kami.''

                                                      ***

Bertawaf adalah berputar-putar di Baitullah. Substansinya mengisi seluruh kesadaran kita dengan menyebut-nyebut nama-Nya, dan menjadikan Allah sebagai pusat dari seluruh aktivitas yang sedang kita jalani. Gerakan tubuh fisikal, kesadaran nafsiyah, dan potensi ruhiyah semuanya melebur menjadi satu dalam realitas tunggal: merasakan kehadiran-Nya..!

Karena sesungguhnyalah, Dia sudah hadir meliputi semesta. Mulai dari mikrokosmos yang menyusun tubuh kita maupun seluruh benda di sekitar, sampai pada jagat raya yang tak ketahuan batasnya. Gerakan abadi di dunia atomik, sub atomik sampai di tingkat kuantum adalah manifestasi dari kehadiran Allah di alam mikro. Semua sedang bertasbih kepada-Nya dalam gerak abadi tiada henti. Demikian pula, alam semesta di skala makrokosmos, tak ada yang tidak bergerak dan bertasbih. Langit berlapis tujuh dan semua yang ada di dalamnya sedang bergerak dalam pusaran abadi mengelilingi Arsy Allah Sang Penguasa jagat semesta: melakukan tawaf abadi, hanya kepada Ilahi Rabbi..!

QS. Al Israa’ (17): 44
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya (sedang) bertasbih kepada Allah. Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih memuji-Nya. Tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

QS. Az Zumar (39): 75
Dan kamu akan melihat para malaikat bergerak berkeliling di seputar 'Arsy (Allah). (Mereka) bertasbih sambil memuji Tuhannya. Dan diberi putusan diantara hamba-hamba Allah dengan adil serta diucapkan: "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar