~
TAWAF, BERPUTAR-PUTAR DI ‘ARSY ALLAH ~
Seorang
ibu setengah baya bertawaf mengelilingi kakbah sambil menangis terisak-isak.
Wajahnya terlihat kalut, matanya nanar, dan mulutnya berkomat-kamit menyebut
nama Allah berulang-ulang. Tak ada kalimat lain yang terucap selain: Astaghfirullah, dan ya Allah.. ya Allah..!
Wajahnya sering menengadah ke langit, dan tangannya gemetaran mengusap air mata
yang berderai-derai membasahi wajahnya yang mulai keriput.
Sang
ibu sedang melakukan Tawaf Ifadoh, yakni ritual mengitari baitullah sebanyak
tujuh kali seusai melakukan lempar jumrah di Mina. Ini pula yang sedang
dilakukan jamaah haji di hari-hari Tasyrik sekarang ini. Ibu yang berangkat
haji seorang diri di tahun 2000 itu adalah jamaah satu rombongan dengan saya.
Keesokan harinya, ia curhat kepada saya tentang ritual Tawaf Ifadoh yang
menggetarkan seluruh sendi-sendi jiwanya itu.
Kebetulan,
setiap pagi kamar saya memang dijadikan tempat berkumpul jamaah haji dalam
rombongan kami untuk berbagi hikmah. Pagi itu kami memperoleh hikmah luar biasa
yang terjadi pada sang Ibu. Dengan masih berurai air mata ia menceritakan
pengalaman Tawaf Ifadohnya kepada kami. Bahwa, kemarin saat bertawaf itu
hatinya benar-benar takut dan gelisah. Sampai-sampai semalaman ia tidak bisa
tidur karenanya.
‘’Pak
Agus, saya takut ibadah haji saya tidak diterima oleh Allah,’’ ia mulai
menumpahkan kegelisahannya. ‘’Kenapa ibu?’’ saya berusaha memberikan perhatian
yang serius untuk mengurangi kegundahannya. Ia pun bercerita bahwa saat
melakukan tawaf kemarin ia sama sekali lupa akan doa tawaf yang selama ini
telah ia hafalkan.
‘’Saya
sudah sangat hafal pak Agus, karena sudah berbulan-bulan telah saya siapkan.
Saya ingin haji saya yang hanya sekali seumur hidup ini tidak sia-sia,’’
tegasnya sambil berlinangan air mata. Keberangkatan hajinya itu diperoleh dari
usaha mengumpulkan uang sedikit demi sedikit selama bertahun-tahun. Dan
karenanya, ia ingin menjalankan secara sempurna seperti yang ia pelajari dari
buku manasik.
Karena
merasa sudah hafal itu, ia pun tak membawa buku doa yang biasanya disandang
oleh para jamaah haji saat bertawaf. Ia tak memerlukannya, dan berharap bisa
bertawaf dengan penuh kekhusyukan tanpa dibingungkan membuka-buka bukunya. Tapi
celaka, ternyata ia terlupa saat mengamalkannya dalam ibadah. Sesaat setelah
mengucapkan kalimat: bismillahi
Allahu Akbar sambil melambai ke Hajar Aswad, ia pun mulai melangkah
bertawaf. Entah karena sangat gembira, atau terharu disebabkan cita-citanya
pergi ke tanah suci tercapai, tiba-tiba saja ia tidak bisa mengingat doa yang
sudah di hafalnya.
Putaran
pertama dilaluinya dengan pikiran ‘blank’.
Semakin berusaha diingat, doa yang sudah dihafal itu semakin tak bisa
diucapkan. Rasanya sudah seperti di ujung lidah, tetapi tak ada kalimat yang
terucap. Darahnya berdesir karena takut. Tapi, ia sudah telanjur melangkahkan
kaki dalam pusaran tawaf. Sampai menjelang putaran pertama beakhir, ia tetap
tak mampu berkata apa pun kecuali menyebut: Astaghfirullah,
Ya Allaah .. ya Allaah..!
Hingga
sampailah ia di sudut Hajar Aswad lagi, dimana ia harus memulai putaran kedua
dengan mengucapkan: bismillahi
Allahu Akbar. Sang ibu melangkahkan kaki diputaran kedua dengan
penuh harap bisa mengingat doa yang harus diucapkan. Tapi celaka, doa-doa itu
tak ada yang muncul di benaknya. Semakin jauh ia melangkah semakin kacau
pikirannya. Dan lagi-lagi ia hanya bisa beristighfar memohon ampun kepada
Allah: astaghfirullah...
ya Allah.. yaa Allaah...! Keringat dingin kepanikan mulai membasahi
keningnya sampai putaran kedua selesai.
Selanjutnya,
ia semakin kalut. Tawaf di putaran ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh
dilaluinya tanpa ada doa yang bisa diingat dan diucapkannya. Ia pun menangis
tersedu-sedu. Sang ibu benar-benar lupa doanya. Yang diingat dan diucapkannya
kini hanya: Allah,
Allah dan
Allah..! Kegelisahan hatinya pun sedemikian hebat, dan ia tak tahu
harus berbuat apa kecuali pasrah dan berserah diri kepada Allah. Dzat Yang Maha
Pengampun lagi Maha Bijaksana.
Dijalaninya
sisa putaran tawaf itu dengan tubuh gemetar dan derasnya air mata yang tumpah
di wajahnya. Mulutnya terus berkomat-kamit menyebut nama Tuhannya. Perhatiannya
terhadap sekitar menjadi nanar. Dan seluruh kesadarannya hanya terisi oleh
kepasrahan total, serta rasa berdosa atas kebodohannya. Ia berharap Allah
memaafkan segala kekhilafannya...
‘’Apakah
tawaf saya sah Pak Agus? Apakah ibadah haji saya diterima oleh Allah, Pak?,’’
ia bertanya menumpahkan harapan kepada saya. Sambil tersenyum saya pun menatap
matanya yang gelisah dan menjawab pertanyaannya dengan mantap: ‘’Insya Allah
tawaf Anda sah, ibu’’. Saya melihat tebersit sinar kelegaan di matanya yang
lelah. Tapi ia ingin tahu: ‘’kenapa tawaf saya sah? Bukankah saya sama sekali
tidak bisa membaca doa yang mestinya saya baca?’’
Sambil
masih tersenyum saya katakan kepadanya, bahwa selama tawaf itu dilakukannya
dengan memenuhi syarat dan rukunnya, maka secara syariat ia telah menjalaninya
dengan sah. Yaitu, dia melakukan tawaf dengan mengenakan baju ihram. Juga dalam
keadaan berwudhu. Memulai putarannya dari sudut Hajar Aswad dengan berucap bismillahi Allahu Akbar.
Dan mengitarinya sampai tujuh kali putaran. ‘’Insya Allah, tawaf Anda sah,’’
saya ulangi lagi ucapan saya dengan mantap. Ia pun tersenyum lega.
Sedangkan
mengenai doa yang terlupa itu, lanjut saya, sama sekali tidak membatalkan
ibadahnya. Karena dzikir dan doa dalam ritual haji lebih bersifat maknawi
sebagai pengisi substansi. Berbeda dengan shalat yang tidak membaca Al fatihah,
misalnya, akan menjadi batal. ‘’Saya justru melihat ibu sedemikian khusyuknya
saat bertawaf. Sambil terus menyebut-nyebut nama Allah. Jauh lebih khusyuk
dibandingkan dengan orang-orang yang sibuk membuka-buka buku doanya, tetapi
lupa mengingat Tuhannya..!’’
QS.
Al Anbiyaa' (21): 90
''...Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam perbuatan baik. Dan
mereka berdoa kepada Kami dengan penuh HARAP dan CEMAS. Dan mereka adalah
orang-orang yang KHUSYU' kepada Kami.''
***
Bertawaf
adalah berputar-putar di Baitullah. Substansinya mengisi seluruh kesadaran kita
dengan menyebut-nyebut nama-Nya, dan menjadikan Allah sebagai pusat dari
seluruh aktivitas yang sedang kita jalani. Gerakan tubuh fisikal, kesadaran nafsiyah, dan
potensi ruhiyah
semuanya melebur menjadi satu dalam realitas tunggal: merasakan
kehadiran-Nya..!
Karena
sesungguhnyalah, Dia sudah hadir meliputi semesta. Mulai dari mikrokosmos yang
menyusun tubuh kita maupun seluruh benda di sekitar, sampai pada jagat raya
yang tak ketahuan batasnya. Gerakan abadi di dunia atomik, sub atomik sampai di
tingkat kuantum adalah manifestasi dari kehadiran Allah di alam mikro. Semua
sedang bertasbih kepada-Nya dalam gerak abadi tiada henti. Demikian pula, alam
semesta di skala makrokosmos, tak ada yang tidak bergerak dan bertasbih. Langit
berlapis tujuh dan semua yang ada di dalamnya sedang bergerak dalam pusaran
abadi mengelilingi Arsy Allah Sang Penguasa jagat semesta: melakukan tawaf
abadi, hanya kepada Ilahi Rabbi..!
QS.
Al Israa’ (17): 44
Langit
yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya (sedang) bertasbih kepada
Allah. Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih memuji-Nya. Tetapi kamu
sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun
lagi Maha Pengampun.
QS.
Az Zumar (39): 75
Dan
kamu akan melihat para malaikat bergerak berkeliling di seputar 'Arsy (Allah).
(Mereka) bertasbih sambil memuji Tuhannya. Dan diberi putusan diantara
hamba-hamba Allah dengan adil serta diucapkan: "Segala puji bagi Allah,
Tuhan semesta alam."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar